Perkembangan arsitektur dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan secara cepat. Baik dalam ungkapan maupun pada rumusan-rumusan yang dicetuskan dalam konsep-konsep tersebut selalu memberikan teori-teori serta style-style barunya, yang tentu saja menjadi landasan bagi “arsitektur modern”, meskipun masih ada pengaruh dari arsitektur masa lampau. Setiap arsitektur yang menonjol waktu itu biasanya selalu mengembangkan aliran baru dan memberi batasan teori atau rumusannya yang bertahan sesuai dengan kemantapannya. Pada periode antara tahun 1920 sampai tahun 1970, dapat kita lihat adanya pegerakan dalam arsitektur, Claude Levi-Strauss menamakan “evolutionary tree”. Pergerakan arsitektur awal bad ke-20 mengakibatkan munculnya aliran-aliran baru dalam arsitektur, antara lain: De Stijl di Belanda, Purism di Prancis, Constructivism di Rusia dan Hungaria, Expressionism dan Utopianism di Jerman, dan sebagainya. Kalau kita kembali pada masa sebelum itu, banyak teori dan tokoh-tokoh yang telah membahas arsitektur, bahkan masalah ruang, massa dan waktu telah dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu, dan secara tidak langsung menyinggung arsitektur. Issac Newton mencoba mengembangkan “absolute space” dan “relative space”, sedangkan “the space-time continum” dikembangkan oleh Albert Einstein berdasar teori relativitas. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat itu mereka telah mencoba memikirkan pemecahan ruang dalam arsitektur. Meskipun ada waktu itu selalu dibayangi keraguan, apakah arsitektur harus didasarkan oleh “ruang” atau “massa”?
Arsitektur sebagai perwujudan dari ide, memang selau dihubungkan dengan ekspresi, yang tentu saja sudah menekankan fungsi dan komposisi ritmik dari suatu massa. Mies van der Rohe dengan semboyan “less is more” mengungkapkan salah satu konsep tentang ruang yang mengalir, yang dibatasi oleh dinding-dinding kaca (Barcelona Pavilion), sedang ciri utama adalah selalu menggunakan bahan baja dan kaca dalam penyelesaian bangunannya.. Walter Gropius yang datang dari Buhaus seperti halnya Mies, juga memberikan warna dalam pergerakan arsitektur, bahkan dalam pendidikan arsitektur (The New Architecture and the Bauhaus). Di dalam pendekatannya selalu menekankan pada aspek ruang (perceptional space).
Penyelesaian arsitektur sangat bermacam-macam dalam mendapatkan hasil akhirnya, meskipun semua kan selalu berpangkal pada ruang dan massa. Pada kenyataannya ada unsur kedalaman (depth) merupakan faktor penting sebagai dimensi ke tiga. Konsep tersebut diturunkan Frank Lloyd Wright pada “organic rchitecture” yang plastis. Le Corbusier mengatakan bahwa rencana (denah) adalah merupakan titik tolak dari arsitektur bersama-sama dengan massa. Pada akhirnya falsafah pun akan selalu mengikuti perkembangan massa dan ruang baik dalam penyelesaian maupun ungkapannya. Meskipun demikian, bagaimana pun juga orang selalu akan melihat arsitektur dari segi ruang atau massa. Hal ini merupakan satu masa yang dapat menanamkan kepercayaan, dan masuk ke dalam suatu area di era baru ini, yang kita sebut filsafat. Akhirnya, kita bisa ingat apa yng dikatakan oleh Lao Tzu, “Bangunan kenyataannya tidak hanya terdiri dari dinding dan atap, tapi merupakan ruang tempat kita hidup”.
Author | » zul |
Post Title | » Arsitektur dan Perjalanan Filosofinya |
Post Url | » http://www.zulmaseke.web.id/2010/12/arsitektur-dan-perjalanan-filosofinya.html |
Time | » Sabtu, Desember 04, 2010 |
Responds | » 0 |
Labels | » Arsitektur |
Posting Komentar